quickedit{ display:none; }

Kamis, 16 Juli 2009

Pengorbanan seorang ibu,Rabu 16 Juli 2009


Seseorang berkisah tentang pengorbanan ibunya:Aku lahir di dalam keluarga miskin yang seringkali kekurangan makanan. Seringkali ibu mengetahui bahwa aku belum kenyang, sehingga ia memindahkan nasinya ke piringku sembari berkata, “Ini untukmu, Nak, ibu tidak lapar.” Padahal aku tahu persis bahwa ibu belum makan, pasti lapar. Agar aku mendapatkan makanan bergizi, ibu sering pergi memancing. Sepulangnya dari mancing, ia memasak sup ikan yang lezat dan memberikannya kepadaku.

Aku memakannnya dengan lahap, tetapi aku memperhatikan bahwa ibu mengambil tulang ikan bekas aku makan dan mulai memakan daging ikan yang masih tersisa. Aku sedih melihat ibu. Kemudian dengan sumpitku aku memberikan daging ikan kepadanya, tetapi ia berkata, “Buat kamu saja, Nak. Ibu tidak suka ikan.” Ibu berkata demikian meskipun aku tahu bahwa ibu suka ikan. Ketika aku masuk SMP, biaya yang kuperlukan semakin banyak. Untuk mendapatkan uang tambahan, ibu bekerja menempel kotak korek api. Walaupun sudah larut malam, aku masih melihat ibu menempel kotak korek api dengan penerangan lilin yang kecil. “Ibu tidak mengantuk?” tanyaku. “Tidurlah, Nak, Ibu belum mengantuk,” jawabnya. Padahal aku melihat matanya sudah hampir terpejam karena mengantuk.

Ketika aku menjalani ujian, ibu cuti dari pekerjaan untuk menemaniku pergi ujian. Walau terik matahari terasa menyengat, ibu tetap menungguku di luar. Selesai ujian, ibu memberiku teh manis. Karena aku melihat ibu kepanasan dan pasti haus, maka aku memberikan gelas teh kepadanya, tetapi ia berkata, “Habiskan saja, Nak, ibu tidak haus.” Singkat cerita, setelah lulus S1, aku melanjutkan ke S2 dan bekerja di sebuah perusahaan di Amerika Serikat. Gajiku cukup besar, sehingga aku bermaksud mengajak ibu tinggal bersamaku dan menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu berkata, “Ibu tidak terbiasa hidup di sana.” Aku tahu ibu mengatakan itu karena ia tidak mau merepotkanku. Di usianya yang sudah tua, ibu terkena kanker lambung dan penyakit itu membuatnya tersiksa.

Aku pulang dan melihat ibu terbaring lemah menahan sakit. Ia memandangku dengan tatapan rindu. Aku menangis melihat penderitaan ibu, tetapi ia berkata, “Jangan menangis, Nak. Ibu tidak merasa sakit lagi.” Itu adalah ucapan terakhir ibu sebelum ia menutup matanya dan kembali ke pangkuan Tuhan. Apakah yang telah anda lakukan bagi ibu tercinta anda hari ini?


(Sumber: Manna Sorgawi)

0 Comment kamu:

Posting Komentar

for your comment,sob !

Cinta

Cinta laki-laki seumpama gunung. Ia besar tapi konstan dan (sayangnya) rentan, sewaktu-waktu ia bisa saja meletus memuntahkan lahar, menghanguskan apa saja yang ditemuinya. Cinta perempuan seumpama kuku. Ia hanya seujung jari, tapi tumbuh perlahan-lahan, diam-diam dan terus menerus bertambah. Jika dipotong, ia tumbuh dan tumbuh lagi."

What is Love ?

Cinta bukan dasar dari kebahagiaan, tetapi tanpa cinta adalah dasar dari kesedihan
Love isn't the base of happiness, but without love is the base of sadness.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites